Selasa, 21 Mei 2013


ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIK “EPILEPSI”



Description: akpER eDIT


OLEH :
KELOMPOK II (DUA)



1.      ARJUNEDI                                  4.  DELVI NURLIANTI
2.      AYU ALLOSITANDI                  5.  FITRYA
3.      DEL ADRIYATI                          6.  FRANSISKA F.P


AKADEMI KEPERAWATAN SANDI KARSA
                                               MAKASSAR
2012 - 2013
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………0
DAFTAR ISI ………...………………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..2
LAPORAN PENDAHULUAN..………………………………………………………..3
KONSEP DASAR MEDIS………………..…………………………………………….3
Pengertian.………………………………....…………………..…………………………3
Etiologi..………………….. …………………………………………………...………...3
Pathofisiologi…….. …………………………………………………..………………….3
Manifestasi klinik………………………………………………….……………………..4
Pemeriksaan penunjang………………………………………………………………..…5
Komplikasi …………………………………………………………………………..…..6
Penatalaksanaan……………………………………………………………………..……6
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………………..……7
PENGKAJIAN  …………………..………………………………………………..……7
DIAGNOSA KEPERAWATAN…………………………………………………..……9
PENYIMPANGAN KDM………………………………………………………..…….10
ASUHAN KEPERAWATAN……………………….…………………………..……..12
PENGKAJIAN…………………………………………………………………….……12
Diagnosa Keperawatan………………………………………………………………….14
Rencana Intervensi………………………………………………………………………15







1

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat-Nya yang selalu dilimpahkan atas kita sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN DENGAN DIAGNOSA MEDIK EPILEPSI“.

Walaupun makalah ini sudah penulis susun dengan sebaik-baiknya namun penulis menyadari bahwa didalamnya masih terdapat banyak kekurangan,oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa menerima segala upaya dan bantuan yang telah di berikan kepada kami di dalam perbaikan makalah ini sehingga makalah ini bisa berguna bagi kita semua di hari depan.









2
LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI
      I.            KONSEP DASAR MEDIS

A.     PENGERTIAN
Epilepsi adalah gejala kompleks dan banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang yang berulang. ( Smeltzer, 2002 ; 2003 )
B.     ETIOLOGI
1.      Trauma lahir
2.      Cidera kepala
3.      Beberapa infeksi
4.      Keracunan
5.      Gangguan metabolisme dan nutrisi
6.      Intoksikasi ( keracunan ) obat – obatan
C.     PATHOFISIOLOGI
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak terkontrol (disritmia).
Aktivitas serangan epilepsi dapat terjadi setelah suatu gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesensefalon, thalamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenic sedangkan lesi pada serebellum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsi ( Brunner, 2003).
Pada tingkat membrane sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena biokimia tertentu. Beberapa di antaranya adalah:
1.      Ketidakstabilan membrane sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan.
2.      Terjadi polarisasi yang abnormal ( polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi, atau terhentinya repolarisasi ).


3
3.      Ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron. Pada waktu serangan, keseimbangan elektrolit pada tingkat neunoral mengalami perubahan. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membrane neuron mengalami depolarisasi.

Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol, pelepasan abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju kearah epilepsi. Gerakan-gerakan fisik yang tak teratur disebut kejang.

Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini memberikan manifestasi pada serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan penurunan kesadaran. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan, hilangnya tonus otot, serta gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi.

Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik ( disritmia ) pada sel saraf pada salah satu bagian otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol.

D.     MANIFESTASI KLINIS

1.      Dapat berupa kejang-kejang
2.      Gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
3.      Kelainan gambaran EEG
4.      Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
5.      Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya).


4
Aspek komplikasi yang dapat ditimbulkan dari terjadinya serangan epilepsi tersebut yang sangat berperan pada faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya masalah psikososial adalah :
1.      Prasangka dan ketidaktahuan masyrakat tentang epilepsi
2.      Pendidikan
Sebagian besar penderita epilepsi dapat bersekolah di sekolah biasa. Tidak jarang anak dengan epilepsi dirugikan karena tidak diperkenankan ikut serta dalam kegiatan olah raga, darmawisata, kuliah kerja nyata karena guru khawatir muridnya mendapat cidera bila mendapat serangan selama kegiatan tersebut.
3.      Pekerjaan
Sebetulnya banyak pekerjaan yang dapat dilakukan oleh penderita epilepsi sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya, kecuali beberapa pekerjaan yang tidak boleh dilakukan karena membahayakan bila penderita hilang kesadarannya dan disertai kejang-kejang.
4.      Olah raga
Olah raga baik untuk kesehatan fisik dan mental. Ada beberapa jenis olah raga yang perlu dihindari seperti mendaki gunung, menyelam, senam, berenang (boleh dengan pengawasan).
5.      Mengendarai kendaraan bermotor
Sebaiknya penderita epilepsi dilarang mengendarai sepeda motor, mobil atau membawa kendaraan umum seperti bus, metromini dan lain-lain karena dapat membayakan dirinya maupun orang lain.

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Elektrolit, tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang.
2.      Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang.
3.      Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang berhubungan dengan pengobatan.
5
4.      Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapi obat.
5.      Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi yang teurapetik.
6.      Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi, perdarahan.
7.      Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya sel, fraktur.
8.      Electro ensefalogran ( EEG ) melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.
9.      CT scan, mengidentifikasi letak lesi serebral, infark hematoma, edema serebral, trauma, abses, tumor dan dapat dilakukan dengan atau tanpa kontras.
10.  DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan metabolik.
             ( Dongoes, 2000 : 202 )

F.      KOMPLIKASI
1.      Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang berulang.
2.      Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
             ( Elizabeth, 2001 : 174 )

G.     PENATALAKSANAAN
Penanggulangan penderita epilepsi tidak hanya bersifat pemberian obat-obatan untuk mencegah terjadinya serangan, akan tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lain, diantaranya aspek psikososial, keluarga, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Tujuan penanggulangan epilepsi ialah membantu para penderita agar dapat hidup bahagia dan mengembangkan diri dalam masyarakat. Dalam hal ini selain peran dokter juga pembinaan penderita dalam keluarga dan suasana di lingkungan sekolah, pekerjaan dan sebagainya sangat penting.  
1.      Peran dokter
Memang benar, bahwa pengobatan dengan obat-obat yang dapat mencegah serangan epilepsi merupakan bagian terpenting dalam penanggulangan epilepsi, namun tugas para dokter tidak hanya memberi pengobatan, akan tetapi dokter juga senantiasa harus memberi bimbingan kepada penderita dan keluarganya.
6
2.      Pembinaan penderita dalam keluarga
Salah satu unsur penting dalam pembinaan kehidupan penderita epilepsi ialah keluarganya. Oleh karena itu, dalam pembicaraan dengan penderita mengenai penyakitnya, dokter harus mengikutsertakan keluarga penderita, yakni kedua orang tua pabila yang menderita epilepsi adalah anaknya atau suami istri apabila salah seorang dari pasangan suami istri menderita epilepsi. Masalah yang biasanya dihadapi oleh anak yang menderita epilepsi ialah penolakan atau pengucilan oleh keluarganya atau justru sebaliknya, yakni orang tua melindungi secara berlebihan inilah yang merupakan bahaya terbesar bagi perkembangan watak si penderita. Ia akan merasa rendah diri, sehingga dalam perkembangan selanjutnya ia tidak akan dapat hidup mandiri.

3.      Pendidikan lingkungan sekolah
Dari penderita epilepsi ada yang kepandaiannya kurang dari normal atau yang menderita retardasi mental. Keadaan demikian bukan disebabkan oleh epilepsinya, akan tetapi oleh kerusakan pada sel-sel otak yang juga menjadi penyebab timbulnya serangan epilepsi. Anak-anak tersebut tentu tidak bisa sekolah di sekolahan biasa akan tetapi harus mendapat pendidikan luar biasa. Apabila ada keragu-raguan tentang intelegensi penderita, maka sebaiknya diminta bantuan seorang psikolog untuk menilai kepandaian dan bakat penderita.

    II.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
1.      Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
Data subjektif : faktor presipitasi (suhu tinggi, kurang tidur, keadaan emosional labil), pernah mengalami sakit berat yang disertai kejang. Pernah sakit cedera otak, operasi otak. Pernah minum obat tertentu/alcohol. Ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
7

2.      Aktifitas/Istirahat
Data subjektif : keadaan umum yang lemah, lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas, tidak dapat merawat diri sendiri.
Data objektif : menurunnya kekuatan otot/otot lemah.
3.      Peredaran darah
Data objektif : didapat data pada saat serangan : hipertensi, denyut nadi meningkat, cyanosis. Setelah serangan tanda vital mungkin normal atau mungkin disertai nadi dan pernafasan menurun.
4.      Eliminasi
Data subjektif : tidak dapat menahan BAB dan BAK
Data objektif : saat serangan tekanan vesica urinaria dan otot spinkter meningkat. Setelah serangan dalam keadaan inikontinensia otot-otot vesica urinaria dan spinkter rileks.
5.      Makanan/cairan
Data subjektif : selama serangan makanan sangat sensitive
Data objektif : gigi/gusi mengalami kerusakan selama serangan, gusi hiperplasi/bengkak akibat samping obat dilantin.
6.      Persyarafan
Data subjektif : selama serangan ada riwayat nyeri kepala,
8
kehilngankesadaran/pingsan, kehilangan kesadaran sesaat/lena, klien menangis, jatuh ke lantai, disertai komponen motorik seperti kejang tonik-klonik, mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidat, mulut berbuih, ada inkontinensia urin dan feces, bibir-muka berubah warna/cyanosis
Sesudah serangan : klien mengalami letargi, bingung, nyeri otot, gangguan bicara, nyeri kepala. Ada perubahan gerakan seperti hemiplegi sementara, klien ingat/tidak ingat kejadian yang menimpanya. Terjadi/tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernafasan, dan denyut nadi.
7.      Konsep diri
Data subjektif : merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan.
Data objektif : selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
8.      Interaksi social
Data subjektif : mengalami gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena malu.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Resiko injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejang, penurunan tingkat kesadaran.
2.      Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons pascakejang (postikal)
3.      Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang
4.      Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat epilepsi.


9
C.     PENYIMPANGAN KDM
















Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan secara berulang dan tidak terkontrol ( disritmia )
 


 





















10




 


















11
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan epilepsi meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial ( pada anak perlu dikaji dampak tumbuh kembang, dan dampak hospitalitasi).

1.      Riwayat Penyakit Saat Ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk  mengetahui pola dari kejang klien. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, stimulus yang sering menyebabkan respons kejang, dan seberapa jauh akibat kejang dengan respons fisik dan psikologis dari klien.
Tanyakan faktor-faktor yang memungkinkan predisposisi dari serangan epilepsi. Apakah sebelumnya pernah mengalami trauma kepala dan infeksi serta kemana saja klien sudah meminta pertolongan setelah mengalami keluhan. Penting ditanyakan tentang pemakaian obat-obat sebelumnya seperti pemakaian obat-obat antikonvulsan, obat antipiretik, dll.
2.      Riwayat Penyakit Dahulu
Penting ditanyakan riwayat antenatal, dan pascanatal dari kelahiran klien, karena hal ini sangat mendukung predisposisi dari adanya keluhan kejang saat ini.
3.      Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap kondisi pascakejang. Setelah mengalami kejang klien akan lebih banyak menarik diri, ketakutan akan serangan kejang berulang, dan depresi akan prognosis dari kondisi yang akan datang.
12
4.      Pemeriksaan Fisik
Pada pengkajian fisik secara umum, sering didapatkan pada awal pascakejang klien mengalami konfusi dan sulit untuk bangun. Pada kondisi yang berat sering dijumpai adanya penurunan kesadaran.
5.      Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitive untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
6.      Fungsi Serebral
Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien, nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik pada klien epilepsi tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status mental seperti adanya gangguan perilaku, alam perasaan, dan persepsi.
7.      Pemeriksaan Saraf Kranial
*      Nervus I (olfaktorius) : Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan pada fungsi penciuman yaitu klien dapat membedakan bau.
*      Nervus II (optikus) : Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal, klien dapat melihat dengan jelas.
*      Nervus III,IV,VI (oculomotoris, troclear, dan abdusens) : Dengan alasan yang tidak diketahui, klien mengeluh mengalami fotofobia (sensitive yang berlebihan terhadap cahaya).
*      Nervus V (trigeminus) : Refleks kornea tidak ada kelainan dan kelopak mata normal.

13
*      Nervus VII (facialis) : Klien mampu menggerakkan wajah.
*      Nervus VIII (akustikus) : Kemampuan pendengaran baik.
*      Nervus IX (glosofaringeus) : Indera pengecapan normal.
*      Nervus X (Vagus) : Kemampuan menelan baik.
*      Nervus XI (spiral assesorius) : Klien mampu mengangkat bahu
*      Nervus XII (hipoglosus) : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi.

8.      Pemeriksaan Refleks

*      Biseps :Pada saat dilakukan tes pada posisi fleski bila diberi rangsangan terjadi reaksi fleksi.
*      Triseps : Pada saat dilakukan tes pada posisi fleksi bila diberi rangsangan terjadi reaksi ekstensi.
*      Patella : Pada saat dilakukan tes pada posisi klien duduk dengan kaki menggantung bila diberi rangsangan terjadi reaksi ekstensi.
*      Babinski : Pada saat diberi rangsangan terjadi  reaksi plantar fleksi.

9.      Diagnosa Keperawatan

Ø  Resiko tinggi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang epilepsy dan cara penanganan saat kejang, penurunan tingkat kesadaran.
Ø  Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons pascakejang (postikal)
Ø  Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan konfusi, malas bangun sekunder respons pascakejang (postikal)
Ø  Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang
Ø  Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat epilepsi

14
10.  Rencana Intervensi

1.      Resiko injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejang, penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil : Klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan untuk menghindari stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga mengenai cara penanganan saat kejang
Data dasar untuk intervensi selanjutnya
Ajarkan klien dan keluarga metode mengontrol demam
Orang tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan tentang metode untuk mengontrol demam (kompres dingin, obat antipiretik)
Anjurkan kontroling pascacedera kepala
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsy akibat cedera kepala
Anjurkan keluarga agar mempersiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.
Melindungi klien bila kejang terjadi
Anjurkan untuk menghindari rangsang cahaya yang berlebihan
Klien sering mengalami peka rangsang terhadap cahaya yang sangat silau. Beberapa klien perlu menghindari
Anjurkan mempertahankan bedrest total selama fase akut
Mengurangi resiko jatuh/ terluka jika vertigo,sincope dan antaksia terjadi
Kolaborasi pemberian terapi fenitoin (Dilantin)
Terapi medikasi untuk mengontrol menurunkan respons kejang berulang



15
2.      Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons pascakejang (postikal)
Tujuan : Dalam waktu1 x 24 jam keluhan nyeri berkurang/rasa sakit teradaptasi (terkontrol)
Kriteria hasil : Klien dapat tidur dengan tenang. Wajah rileks dank lien memverbalisasikan penurunan rasa sakit 
Intervensi
Rasionalisasi
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau sensitivitas terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
Lakukan manajemen nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas dalam
Membantu menurunkan (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit/tidak nyaman
Kolaborasi pemberian analgetik
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.
Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologi sehingga sukar untuk dikaji

3.      Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan:dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi ketakutan klien hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, dan menyatakan ketakutan berkurang/hilang
Intervensi
Rasionalisasi
Bantu klien mengekspresikan perasaan takut
Ketakutan berkelanjutan memberikan dampak psikologis yang tidak baik
Lakukan kerjasama dengan keluarga
Kerjasama klien dan keluarga sepenuhnya penting. Mereka harus yakin terhadap manfaat program yang di tetapkan. Harus ditekankan bahwa medikasi anti konvulsan yang diresepkan harus dikonsumi secara terus menerus dan bahwa ini bukan obat yang membretuk kebiasaan. Medikasi ini dapat dikonsumsi tanpa rasa takut ketergantungan obat selama bertahun-tahun jika obat-obatan tersebut diperlukan. Jika klien dibawah pengawasan perawatan kesehatan dan didampingi, maka klien harus melakukan instruksi dengan taat.
Hindari konfrontasi
Konfrontasi dapat meningkatkat rasa marah,menurunkan kerja sama,dan mungkin memperlambat penyembuhan
Ajarkan kontrol kejang
Kontrol kejang bergantung pada aspek pemahaman dan kerja sama klien.Gaya hidup dan lingkungan dikaji untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan kejang: gangguan emosi,stressor lingkungan baru,awitan (onset) menstruasi pada klien wanita,atau demam.Klien dianjurkan untuk mengikuti gaya hidup rutin regular dan sedang, (diet menghindari stimulan berlebihan), latihan,dan istirahat(gangguan tidur dapat menurunkan ambang klien terhadap kejang).Aktifitas sedang adalah terapi yang baik dan penggunaan energi yang berlebihan dapat dihindari
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
Kurangi stimulus ketegangan

Keadaan tegang(ansietas) mengakibatkan kejang pada beberapa klien.pengklasifikasian penatalaksanaan stress akan bermanfaat,karna kejang diketahui terjadi akibat asupan alcohol,maka kebiasaan ini harus dihindari.terapi paling baik adalah mengikuti rencana pengobatan untuk menghindari stimuli yang mencetuskan kejang
Tingkatkan control sensasi klien
Kontrol sensasi klien(dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien,menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang poisitif,membantu latihan relaksasi dan tehnik-tehnik pengalihan dan memberikan respon balik yang positif
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharapkan
Orientasi dapat menurunkan kecemasan
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan ansietasnya
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat
Memberi waktu untuk mengekspresiakan perasaan,menghilangkan cemas,dan prilaku adaptasi.Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktifitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.

17
4.      Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat epilepsi
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi harga diri klien meningkat
Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengomunisasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi,mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri,sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan,mengenal,dan mengatur kekurangan
Anjurkan klie untuk mengekspresiakan perasaan termasuk hostility dan kemarahan
Menunjukkan penerimaan,membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan prasaan tersebut
Catat ketika klien mengatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan mengatakan inilah kematian
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative trhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya.
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan mengerti tentang peran individu masa mendatang
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, widhrawal.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umum terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-epilepsi/